Menunggu jodoh datang rasanya mirip-mirip menunggu hujan di musim kemarau. Kadang kamu merasa hujan sudah akan turun. Tapi ternyata awan hujan hanya lewat sebatas menabur mendung dan angin. Ada sedikit rasa kecewa. Apalagi untuk soal jodoh, kamu sendiri tak henti-hentinya berjuang. Kamu merasa sudah mengusahakan semua hal. Tapi sayangnya jodohmu sendiri belum juga datang.
Lalu sebenarnya apa yang salah atau apa yang kurang dari usahamu? Kenapa saat sudah merasa sesiap ini, belum juga dipertemukan? Bisa saja beberapa alasan ini terlewat kamu renungkan.

1. Kamu mungkin berupaya terlalu keras. Padahal kadang jodoh datang dengan cara tak terduga


Jodoh seperti bintang jatuh yang kadang tak terduga
Membenahi diri, mulai dari penampilan sampai pribadi supaya terlihat menyenangkan sudah kamu lalui. Membuka diri ke lingkungan yang lebih luas pun tak kurang-kurang. Selama ini kamu fokus dengan semua usaha pencarian jodoh. Seolah jodoh adalah salah satu perjuangan penting di hidup yang harus diupayakan dengan keras. Tapi sayangnya setelah melalui itu semua, dia tak juga datang. Membuatmu resah dan berpikir, apa mungkin perjuanganmu kurang keras?
Padahal jodoh sendiri seperti bintang jatuh, yang sering muncul tanpa prediksi. Toh mau kamu usahakan dengan keras atau pikirkan sampai kepalamu panas, kalau memang belum waktunya, tak bisa dipaksakan juga. Jalani saja porsi hidupmu yang ada sekarang dengan baik. Sambil terus percaya, dia pasti datang kelak.

2. Siap menjalin hubungan, tapi ternyata belum selesai dengan urusan dirimu. Ada hal-hal yang harus diperjuangkan dulu olehmu


Ada yang harus diperjuangkan dulu selain jodoh
Aku udah siap buat nikah sekarang. Tapi jodohnya belum datang.
Sering kali kamu merasa sangat siap untuk menjalin hubungan, bahkan bukan yang sekadar pacaran. Kadang kamu sendiri membayangkan bagaimana kehidupan kelak saat harus berbagi peran. Ada rasa percaya diri, kamu sudah bisa diandalkan untuk saling berkompromi. Tapi nyatanya, kamu lupa urusan membagi waktu antara kerjaan, keluarga, teman atau diri sendiri saja masih keteteran. Kamu pun sering dibuat bingung dengan perjalanan karirmu ke depan.
Bukankah ini tanda, kalau sebenarnya urusan dengan dirimu saja belum selesai. Selama ini kamu sibuk mencari. Berbenah pun semata-mata demi jodoh. Sedangkan perjuangan untuk sisi lain hidupmu, seperti membangun karir dikesampingkan begitu saja. Kalau tak selesai begini, pantas saja dia belum datang.

3. Kadang kayakinanmu soal kesiapan ini bagian dari nafsu semata, saat melihat teman yang sudah berkeluarga


ternyata keyakinanmu hanya napsu semata 

Teman-temanmu kebanyakan sudah banyak menikah dan punya anak. Ada beberapa juga yang dalam proses perencanaan berumah tanga bersama pasangannya. Sedangkan kamu, pacar saja tak punya. Gebetan seringnya datang seperti hembusan angin, kencang di awal lalu hilang begitu saja.
Melihat keadaan yang seperti itu, diam-diam kamu meyakinkan diri sendiri bahwa kamu pun siap seperti mereka. Keyakinan ini seolah semakin kuat seiring dengan bertambahnya keinginan untuk memiliki pasangan. Kamu menggebu-gebu berjuang memantaskan diri, mengenal banyak orang, sampai sesekali tanpa segan meminta bantuan teman untuk mengenalkan dengan seseorang.
Apa ini yang disebut kesiapan yang murni naluri? Bukankah yang seperti ini terlihat seperti obsesi?

4. Urusan hati yang lalu belum tuntas. Sosok mantan masih kamu anggap sebagai patokan jodoh yang pantas


Kamu masih mencari sosok yang seperti mantanmu
Mungkin kamu bisa bilang, sudah move on dari mantan. Karena kamu sudah tak mengejar-ngejar dia lagi atau sudah biasa juga saat melihat sosoknya. Tapi sayangnya, sampai sekarang kamu masih mencari seseorang yang sosoknya mirip dengan mantan. Kamu pun sering membandingkan cowok yang kamu kenal sekarang dengan sosok mantan. Entah secara penampilan, cara berbicara, sampai sikap, dan pemikiran.
Hal seperti ini yang membuatmu lupa, kalau move on itu soal beranjak sepenuhnya, termasuk bayang-bayang sosoknya. Sebab sosok mantan pun tak bisa kamu jadi patokan untuk mencari jodoh. Kamu harus berani mengenal orang baru, termasuk dengan kepribadian yang baru pula.

5. Klise, tapi jodoh memang di tangan Tuhan dan semesta. Dirimu bisa mencari dengan usaha, tapi semua tetap butuh restu dari-Nya


kamu mengamini, Tuhan dan semesta yang merestui
Sudah sering sekali kamu mendengar soal jodoh yang ada di tangan Tuhan. Klise, tapi memang pada akhirnya segala usahamu harus diserahkan kepada-Nya. Apa gunanya memperbaiki sikap, penampilan, dan meluaskan pergaulan dengan mengenal banyak orang baru, kalau kamu tak meminta restu dari-Nya?
Mau dipikirkan dan dirasakan sampai gregetan sendiri pun tak akan pernah selesai rasanya
Pada akhirnya menemukan pasangan itu tak hanya proses atau usaha yang kamu amini sendiri. Sedangkan sisanya kamu serahkan kepada Tuhan dan semesta. Kamu cukup bermodal percaya, kalau jodoh datang setelah ada restu dari-Nya.
Kalau kita mau tenang sebentar saja, sebenarnya urusan jodoh tak ada hitungan matematisnya. Dia bisa datang kapan saja, bahkan di saat yang tidak kita duga.