50.000 masih mau beli?
Beberapa minggu terakhir, isu kenaikan harga rokok di Indonesia sangatlah kencang. Wacana tersebut pun menarik perhatian berbagai pihak. Kenaikan harga ini memang dicetuskan oleh pemerintah sendiri. Tingginya pengonsumsi rokok di Indonesia jadi alasan utama. Seperti dikutip dari kompas.com, pemerintah Joko Widodo berencana untuk menaikkan harga dan cukai rokok itu sendiri.
Sejak akhir 2015 silam, wacana ini memang sempat terdengar, tapi pada akhirnya tidak ada kepastian dari pemerintah. Awal Agustus ini, wacana serupa kembali mencuat dan menarik perhatian para netizen. Bukan hanya masyarakat dunia maya, tapi kepala daerah.
Bisa saja menekan perokok, tapi bagaimana dengan petani tembakau?
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat kepada Beritasatu.com, mengaku setuju dengan wacana tersebut. Menurutnya, tindakan tersebut dapat menekan para perokok. Bukan hanya harga, tapi juga pajak rokok juga harus dinaikkan. Djarot menambahkan kalau 50.000 rupiah akan jadi pertimbangan berat para perokok saat membeli. Kemudian, dirinya pun menjelaskan kalau langkah pemerintah ini untuk kebaikan sesama.
Akan tetapi, Djarot mengaku kalau tindakan tersebut ada dampak negatifnya juga. Djarot mengaku pemerintah juga harus memikirkan nasib para petani tembakau. Kemudian, masalah SDM dalam perusahaan (pabrik) rokok juga dipikirkan. Menurut Djarot, harus ada pengkajian lebih dalam, karena tidak bisa dibandingkan dengan luar negeri. Djarot menjelaskan kalau di luar Indonesia, tidak ada pabrik rokok seperti di sini.
Netizen pun anggap rokok punya 'peran penting'.
Harga 50.000 dianggap tidak masalah bagi sejumlah netizen. Mereka menganggap rokok sebagai 'kebutuhan'.
Namun, tidak sedikit pula yang mendukung langkah ini...
Ada pula yang menyebut khawatir dengan dibuatnya rokok ilegal.
Seperti Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati, rokok ilegal saja (yang tidak diproduksi pabrik) banyak tersebar, bahkan mencapai 11,7 persen.
Rokok dan kontribusi bagi negara.
Enny melanjutkan, pada 2015 saja, Industri Hasil Tembakau (IHT) memberikan pemasukan cukai yang mencapai 139,5 triliun rupiah. Enny menyimpulkan kalau 11,7 persen total penerimaan pajak negara dari IHT. Kemudian, pajak rokok 14 triliun rupiah juga diterima negara. Dapat dikatakan kalau IHT memiliki posisi strategis dalam perekonomian.
Enny menjelaskan kalau selama ini, persebaran rokok masih ada yang legal dan ilegal. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, 11,7 persen rokok ilegal masih tersebar. Persebarannya bahkan merugikan negara hingga triliunan rupiah. Maka, 50.000 rupiah per bungkus memang harus dipertimbangkan dan kaji matang oleh pemerintah.
Nah, kamu sendiri setuju kalau rokok naik jadi 50.000 rupiah per bungkusnya?
0 comments:
Post a Comment