Ada perkembangan besar dalam upaya penyembuhan kanker pekan ini. Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat, FDA, menyetujui penggunaan obat imunoterapi yang bernama Keytruda yang mampu memicu sistem kekebalan tubuh.
Imunoterapi adalah upaya untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh, untuk mengalahkan sel-sel kanker dengan cara meningkatkan reaksi kekebalan tubuh terhadap sel kanker.
Inilah untuk pertama kalinya ada obat yang bisa diberikan kepada pasien penyakit kanker selain kemoterapi. Keytruda adalah satu-satunya obat imunoterapi yang sudah disetujui bagi pasien kanker.
Jadi, dengan demikian masa depan penyembuhan penyakit kanker kemungkinan besar justru terletak bagaimana sistem kekebalan tubuh manusia melawan penyakit ini.
"Selama ini kita mengetahui adanya tiga pilar dalam terapi kanker, yaitu terapi radiasi, kemoterapi dan pembedahan. Kini menjadi semakin jelas bahwa ada pilar keempat yaitu imunoterapi," ujar Dr. Philip Greenberg, kepala imunologi di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle.
Greenberg menyebutkan ada kalanya imunoterapi akan digunakan sendiri, dan ada pula kemungkinan untuk digunakan bersama dengan terapi yang lain.
William Coley adalah seorang dokter yang hidup pada 1890-an selama ini dianggap sebagai bapak dari imunoterapi. Selama kariernya dia mengamati bahwa infeksi dalam tubuh pasien kanker kadang kali berhubungan dengan kemunduran penyakit. Dia berpikir bahwa membuat tubuh pasien itu mengalami infeksi secara sengaja mungkin bisa membantunya menyembuhkan kanker.
Untuk menguji gagasan itu, Coley menciptakan campuran berbagai bakteri dan memanfaatkan campuran itu untuk menyebabkan infeksi pada pasien kanker pada 1893. Bakteri ini kemudian memacu sistem kekebalan tubuh pasien untuk menyerang tidak hanya infeksi itu namun juga apapun di dalam tubuh pasien yang dianggap sebagai "benda asing" termasuk tumor.
Dalam sebuah kasus, misalnya, ketika Coley menyuntikkan bakteri streptococcus ke dalam tubuh pasien kanker sehingga menyebabkan erysipelas (sejenis infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri), ternyata tumor pasien itu juga lenyap. Dia berasumsi bahwa tumor itu diserang oleh sistem kekebalan tubuh
Gagasan Coley ini sering dipelajari oleh para peneliti pada 1900-an namun belum diterima sebagai cara perawatan penyakit kanker sampai pada dekade sekarang.
"Imunoterapi kanker sebenarnya merujuk pada perawatan penyakit kanker menggunakan sistem kekebalan tubuh sendiri untuk mengenali, mengendalikan dan semoga bisa menyembuhkan kanker," ujar Jill O'Donnell-Tormey, CEO dari Cancer Research Institute.
"Banyak orang selama bertahun-tahun tidak berpikir bahwa sistem kekebalan tubuh akan mempunyai peran dalam perawatan pasien kanker. Namun saya pikir seluruh komunitas dan ahli kanker menyetujui bahwa imunoterapi mampu menyembuhkan kanker," ujar O'Donnell-Tormey.
Salah seorang yang sembuh dari kanker setelah menjalani imunoterapi adalah mantan presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter. Saat berumur 91 tahun, Carter menjalani imunoterapi dengan mengonsumsi Pembrolizumab.
Pembrolizumab telah mendapatkan pengesahan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau FDA pada tahun lalu. Obat ini menjadi bagian dari perawatan Carter untuk menyembuhkannya dari kanker. Menurut Quartz, selain itu Carter juga mendapatkan terapi radiasi yang diarahkan ke otaknya.
Dia memang tidak sembuh dalam arti harfiah karena sang mantan presiden masih harus mendapatkan infus, namun pemindaian MRI menunjukkan tidak ada tanda-tanda kanker dalam tubuhnya.
Pembrolizumab dikenal dengan jenama Keytruda, sebuah sistem imonoterapi ciptaan Merck untuk menyembuhkan kanker. Inilah bentuk baru obat yang menggunakan kekuatan sistem kekebalan tubuh manusia untuk melawan melanoma yang menyebar di sekujur tubuh. Sistem kekebalan tubuh manusia, ketika sehat, berhasil mematikan banyak sel kanker yang bahkan kita sendiri tak ketahui. Obat ini membantu sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sel-sel kanker dengan lebih kuat.
Seperti diwartakan NBC News, pembrolizumab menyasar gen PD-1 dan PD-L. Dua gen ini memainkan peranan dalam membantu tumor untuk melepaskan diri dari deteksi sistem kekebalan tubuh. Yahoo! menyebutkan pembrolizumab digunakan untuk melonoma parah yang sudah tidak bisa disembuhkan dengan obat ipilimumab atau ketika tumor mempunyai gen BRAF yang tidak normal.
Dr. Wally Curran dari Emory University kepada NBC News mengatakan,"Ini benar-benar sebuah terapi jenis baru, dan seperti dikatakan Carter, obat ini memungkinkan sistem kekebalan kita sendiri untuk melawan kanker."
Antoni Ribas, seorang peneliti dari University of California di Los Angeles, kepada The Washington Post mengatakan bahwa perawatan jenis ini "seperti menghilangkan rem dari sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker."
Selama ini orang banyak menggunakan kemoterapi untuk melawan kanker. Kemoterapi mempunyai efek samping yang buruk karena pasien pada dasarnya diberi racun untuk membunuh kanker.
Tapi pembrolizumab berbeda. Efek samping obat ini bisa berupa kelelahan dan ruam-ruam. Menurut NBC News, pada Carter yang terjadi juga nampak jelas. Dia merasa sakit pada bagian pundak dan dia bisa tidur pada malam hari setelah diberi infus pembrolizumab.
Perawatan menggunakan pembrolizumab juga lebih mudah, yaitu berupa infus selama 30 menit yang tidak menyebabkan rasa enek atau mual dan bukan merupakan racun.
Imunoterapi bisa berbentuk macam-macam, misalnya vaksin, terapi antibody dan obat. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk injeksi, pil, kapsul, obat oles atau krim, atau lewat kateter.
FDA telah menyetujui vaksin kanker pada 2010 yang disebut sipuleucel-T atau Provenge. Vaksin ini memicu respons sistem kekebalan tubuh pada sel kanker prostat dan ditemukan dalam percobaan klinis untuk meningkatkan kesembuhan lelaki yang mengidap kanker prostat dalam waktu sekitar empat bulan.
Menurut Dr. Crystal Mackall, seorang profesor Stanford University School of Medicine dan ahli immunoterapi kanker, salah satu hal terbaik dari imunoterapi adalah kemampuannya untuk membunuh jaringan yang terkena kanker dengan tepat. Mackall mengatakan imunoterapi lebih tidak beracun dibandingkan terapi lainnya. "Hal ini tidak mungkin terjadi dengan kemoterapi yang selalu mempunyai efek samping," ujar Mackall.
Meski demikian, masih ada pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dalam penerapan imunoterapi. Misalnya, mengapa pasien memberikan respons yang berbeda-beda terhadap perawatan imunoterapi sehingga memberikan hasil yang berbeda dalam proses penyembuhan. Sehingga, sampai sekarang para peneliti masih berusaha memahami tidak hanya sistem kekebalan tubuh namun juga tumor yang bisa berubah menjadi kanker ganas.
0 comments:
Post a Comment